Seperti yang
kita ketahui, tanah yang berdrainase bebas tidak dapat menahan air dalam
pori-pori yang lebih besar dari 10 – 60 μm, bahkan pada kapasitas lapang,
cenderung mengandung pori-pori yang banyak berisi udara (secara normal pada
kisaran 10 – 30% dari volume tanah) yang menjadi lebih ekstensif lagi sementara
air ditarik dari pori kapiler oleh akar-akar tanaman. Akibatnya, kandungan
oksigen dari udara tanah selalu dipertahankan pada tingkat 15 - 20% oleh difusi
gas, sehingga memberikan cukup suplai oksigen untuk pertumbuhan akar dan
metabolisme (Russel, 1973).
Namun demikian
di banyak tanah basah (paya, lumpur, rawa) di dunia, drainase tanah dihambat
oleh permeabilitas yang rendah sebagai rintangan yang berasal dari hamparan
subsoil atau batuan; atau oleh permukaan air yang tinggi, yang mengakibatkan
penggenangan secara musiman ataupun permanen apabila ruang pori tanah
seluruhnya terisi air. Dalam keadaan demikian oksigen yang terdapat dalam
kantung udara cepat dipergunakan sampai habis oleh tanah dan respirasi akar,
dan suplai oksigen selanjutnya dari atmosfer bebas secara aktif dipotong oleh
laju difusi oksigen yang sangat rendah melalui air (10-4 kali
lajunya di udara). Jadi tanah yang tergenang air secara cepat akan menjadi
anaerob dan laju respirasi aerobik akan turun ke tingkat yang sangat rendah.
Dari beberapa
ciri fisik dan kimia tanah tergenang yang dapat membatasi pertumbuhan tanaman,
kekurangan oksigen adalah masalah primer meskipun bukan yang paling penting.
Hal ini disebabkan karena beberapa spesies tanah basah rupanya mampu
menghindarkan anoksia (kekurangan oksigen) pada sel-sel akarnya dengan
mentransport oksigen dari pucuk ke akar (sebagai contoh pada tanaman paya di
Inggris - Armstrong, 1964). Pada spesies ini, difusi oksigen masuk ke akar
dimungkinkan oleh adanya ruang udara yang berhuungan dalam cortex (aerenchyma)
yang merupakan bentuk anatomis yang permanen dari akar (sebagai contoh pada
padi - John 1977) atau dirangsang pada akar-akar baru dengan penggenangan
(sebagai contoh pada jagung); pergerakan oksigen ini masuk ke dalam stomata, lentisel
batang dan aerenchyma akar cukup besar untuk menyebabkan oksidasi tanah
rizosfer sekitar akar (Philipson dan Coutts, 1978; Hook dan Scholtens, 1978)
seperti secara jelas diperlihatkan oleh deposit ferri hidroksida merah yang
umum ditemukan pada akar-akar spesies di tanah basah (Amstrong, 1967). Tambah
lagi, perkembangan aerenchyma dapat memperbaiki aerasi akar dengan mengurangi
volume jaringan respirasi (kebutuhan oksigen untuk akar).
Keadaan
morfologis lain yang mendukung suplai oksigen untuk akar-akar, meliputi anyaman
akar-akar superficial (seperti pada padi-Alberda, 1954), yang pada pohon-pohon
biasanya berkaitan dengan akar-akar “sinker”yang lebih vertikal dan akar-akar
aerial (akar-akar gantung) mangrove dimana lentiselnya yang diatas permukaan
air memberikan keleluasaan terhadap oksigen secara langsung dengan jalan masuk
ke aerenchyma bagian yang terendam. Umumnya pohon-pohon yang tumbuh pada
tanah-tanah tergenang berakar dangkal dan merupakan sasaran yang mudah untuk
digoyangkan angin.
Spesies yang
mempunyai perakaran dalam tidak tergantung atas pergerakan oksigen masuk ke
akar saja agar terhindar dari pengaruh anoksia; hal yang sama, transport
oksigen tidak akan efektif bagi tanaman yang tumbuh dalam tanah yang aerasinya
baik (dan oleh karena itu, kekurangan aerenchyma akar yang berkembang baik)
yang mengalami penggenangan musiman atau penggenangan yang tidak menentu
(sebagai contoh di tepi danau dan di tepi sungai). Secara keseluruhan, kisaran
adaptasi metabolis yang luas terhadap fermentasi yang ditemukan pada spesies
daerah basah membuktikan ketidakmampuan akarnya dalam mempertahankan respirasi
aerobik bila tumbuh pada tanah tergenang.